Makna Puisi ’Tempuling’ Karya Rida K Liamsi

Oleh: Iin Kartini, Mahasiswi Universitas Maritim Raja Ali Haji, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Tempuling

Sebatang tempuling tersadai di gigi pantai
sehabis badai
Seorang bocah menemukannya
sehabis sekolah
: Tuhan
Siapa lagi yang kini telah menyerah!

Tak terlihat tanda-tanda
Tak tercium anyir nasib
Tak tercatat luka musim
Kecuali tangis ombak
Pekik elang
yang jauh dan ngilu
di antara cuaca
dan gemuruh karang

Sebatang tempuling tersadai di gigi pantai
sehabis badai

Seorang bocah menatapnya
penuh gelisah

: Tuhan
Diakah kini yang telah menyerah?
telah kalah?

: Tuhan
Dia memang telah berbisik

Pindahkan pancang
sebelum pasang

Hatiku memang telah terusik
ketika sehelai waru
guru
lesap
lewat tingkap
tersuruk
di antara tungku
menunggu gelap

Sebatang tempuling tersadai di bibir pantai
sehabis badai
Seorang bocah merasakan pelupuk nya
telah basah

: Tuhan
Bawalah seorang menemukan nya
menguburkan nya di antara pantai
memberikan nya satu tanda
dan jangan biarkan arus
membawanya jauh ke lubuk dalam
yang akupun tak tahu
di mana akan kutuliskan
rinduku

[1982/1996/2000]

Puisi ‘Tempuling’ merupakan salah satu puisi karya Rida K Liamsi yang memiliki nama asli Ismail Kadir, beliau lahir di Dabo Singkep, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau pada 17 juli 1943. Beliau adalah sastrawan dan budayawan melayu yang terkenal dari dulu hingga sekarang. Nama beliau dikenal melalui karya-karya nya berupa puisi yang dipublikasikan di berbagai surat kabar.

Melalui puisi ‘Tempuling’ penulis menceritakan perjuangan nelayan dalam menangkap ikan.

Sebatang tempuling tersadai di gigi pantai
Sehabis badai

Larik di atas memiliki isyarat bahwa seorang nelayan yang kalah bukan ikan, melainkan oleh kedahsyatan alam (badai). Dalam puisi ini juga terdapat kata yang jarang digunakan oleh penulis lainnya yaitu ‘gigi’, biasanya seorang penulis mengekspresikan sebuah laut atau pantai menggunakan kata ‘bibir’, ‘pinggir’ ataupun ‘pasir’. Pemilihan kata ‘gigi’ dalam puisi ini, memiliki makna yang sangat dalam dimana gigi dalam analogi mulut, secara metaforis memiliki makna sebuah mulut mahaluas yang bernama laut. Jadi, laut adalah mulut alam yang mahaluas, dan pinggiran pantai sebagai gigi yang tidak menyisakan apa–apa. Dengan begitu, tempuling yang tersadai di gigi pantai memiliki makna sisa muntahan mulut alam yang bernama laut.

Sebatang tempuling tersadai di gigi pantai
Sehabis badai

Didalam dua larik awal ini seperti menunjukkan bahwa sebelum ‘sehabis badai’ ada kisah lain yang dahsyat, yaitu seorang nelayan yang berjuang menyelamatkan diri dari keganasan ombak-badai-mulut alam yang bernama laut.

Hatiku memang telah terusik
Ketika sehelai waru
Gugur
Lesap
Lewat tingkap
Tersuruk
Diantara tungku
Menunggu gelap

Makna yang terkandung dalam larik di atas adalah keluarga harus menyiapkan mentalnya untuk peristiwa atau keadaan yang akan terjadi pada nelayan saat menangkap ikan di laut.

: Tuhan
Bawalah seorang menemukan nya
menguburkan nya di antara pantai
memberikan nya satu tanda
dan jangan biarkan arus
membawanya jauh ke lubuk dalam
yang akupun tak tahu
di mana akan kutuliskan
rinduku

Dalam larik di atas terdapat makna bahwa kenanglah masa lalu yang kita miliki bersama keluarga, sahabat di dalam hati. Jangan melupakan kenangan kita bersama mereka.

Sungguh indah pesan yang terkandung dalam puisi ‘Tempuling’ karya Rida K Liamsi. Puisi yang sangat bagus, hanya saja kata yang digunakan memang sulit dipahami dan seorang pembaca harus berulang kali membacanya untuk mengetahui makna atau pesan yang ingin disampaikan penulis. ***

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *