Singkeponline.com – Bintan – Komunitas Bakti Bangsa memberi sinyal kuat menggugat hasil pilkada di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketua Komunitas Bakti Bangsa Kepri, Budi Prasetyo di Bintan, mengatakan, berdasarkan hasil pemantauan terhadap penyelenggaraan pilkada di daerah tersebut ditemukan sejumlah permasalahan yang dapat dijadikan sebagai barang bukti dan alat bukti untuk diuji di Mahkamah Konstitusi.
Temuan dugaan pelanggaran kampanye oleh pasangan nomor urut I, Roby Kurniawan-Deby Maryanti yang dianggap bukan kampanye oleh Bawaslu Bintan merupakan pintu masuk Komunitas Bakti Bangsa untuk menggugat Pilkada Bintan 2024.
“Kami juga menemukan fakta penggunaan anggaran daerah untuk bantuan sosial yang cukup massif dalam kurun waktu 6 bulan sebelum ditetapkan calon bupati dan wakil bupati,” ucapnya, Jumat (6/12/2024).
Budi mengungkapkan dugaan keterlibatan sejumlah oknum pejabat Bintan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kampanye calon bupati dan wakil bupati, Roby-Deby.
“Kami juga menemukan fakta penyebaran informasi hoaks tentang kolom kosong secara massif,” ujarnya.
Peristiwa banjir yang menyebabkan terganggunya proses pemungutan suara di-27 TPS di Kecamatan Sri Koala Lobam, namun tidak dilakukan pemungutan suara lanjutan sesuai prosedur, melainkan pelaksanaannya diperpanjang hingga pukul 14.00 WIB.
Selanjutnya, putusan KPU RI tentang mekanisme pemungutan suara ditetapkan sehari sebelum pemungutan suara sehingga menimbulkan permasalahan di Bintan, seperti petugas KPPS tidak mengijinkan pemilih menggunakan hak suaranya jika tidak membawa surat undangan atau pemberitahuan memilih.
Padahal surat undangan itu bukan syarat wajib, melainkan KTP dan identitas lainnya harus ditunjukan pemilih yang terdaftar dalam DPT kepada petugas di TPS. Hal ini yang menyebabkan banyak pemilih meninggalkan TPS sebelum menggunakan hak pilih.
Pengusiran terhadap Sekretaris Komunitas Bakti Bangsa Kepri, Merry dan jajarannya, yang sedang melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan pemungutan suara di TPS 5 Kecamatan Bintan Utara, padahal petugas KPPS yang mengusir para aktivis mahasiswa yang terdaftar sebagai Tim Pemantau Pilkada Bintan itu sudah dijelaskan sebelumnya bahwa mereka menjadi saksi kolom kosong, dan diberi hak untuk memantau pelaksanaan pilkada.
“TPS itu tertutup sehingga menimbulkan kecurigaan kami. Namun sangat disayangkan, kami juga tidak dapat masuk ke dalam ruang TPS tersebut. Lantas siapa yang menjadi saksi kolom kosong?” kata Budi.
Dalam daftar pemilih tetap belum bersih, masih terdapat orang yang sudah meninggal dunia masuk dalam DPT. Ada juga ditemukan warga yang sudah pindah tempat tinggal ke daerah lain, tetapi terdata dalam DPT Bintan.
Bukti-bukti lainnya berupa foto, video dan suara rekaman pembicaraan yang berhubungan dengan kepentingan pilkada juga akan disampaikan ke-MK untuk memperkuat alasan hukum agar dilakukan pilkada ulang di Bintan.
Hasil Pilkada Bintan 2024 juga dipertanyakan, terutama bila diteliti dari jumlah partisipasi pemilih yang hanya 58 persen dari 126 ribu orang. Dari 58 persen suara itu, yang mencoblos Roby-Deby hanya 48 ribu pemilih, sementara kolom kosong mencapai 30 ribu pemilih.
Suara yang diperoleh pasangan nomor urut I, Roby-Deby tidak mencapai 50 persen dari total jumlah pemilih yang terdata dalam DPT.
“Diskualifikasi hasil pilkada, dan dilakukan pilkada ulang. Ini tuntutan kami di-MK,” kata Budi. (Red)