Bupati Lingga Dukung Penuh Hasil Kerajinan Kegiatan Dekranasda Tudong Manto

ADVETORIAL

Singkeponline.com / ADV- Bupati Lingga M. Nizar mengatakan dengan adanya Dekranasda diharapkan mampu menjalankan fungsi dalam membantu pemerintah daerah untuk pengembangan dan bisa membuat inovasi-inovasi kreativitas dibidang seni kerajinan.

Semoga kehadiran Dekranasda bisa mendukung program-program pemerintah daerah di bidang kerajinan seni juga bisa membuat ekonomi masyarakat lebih baik.”kata Bupati Lingga.

Sebagai wadah dari seni kerajinan di daerah, Dekranasda juga mampu menjadi mitra pemerintah dalam meningkatkan program seni kerajinan dan meningkatkan program peningkatan kesejahteraan sumber daya manusia. Menggali dan Membina serta mendorong seni kerajinan memperluas pangsa pasar hasil produksi kerajinan.

Tugas utama Dekranasda adalah meningkatkan Inovasi kreatifitas, serta ketrampilan dibidang seni dan kerajinan. Meningkatkan produktivitas, kemampuan pengrajin melalui pembinaan demi menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat,” kata bupati M. Nizar.

Proses pembuatan motif tudong manto (foto : ist)

Dekranasda juga harus bisa membuat menajemen usaha, meningkatkan, mempromosikan hasil produksi dan memfasilitasi bahkan melindungi pengrajin melalui legalitas hukum, berupa hak cipta dan sebagainya.

Ada tiga hal yang menjadi PR, untuk segera dituntaskan yakni pengembangan/peningkatan produksi hingga pemasaran Tudong Manto yang telah menjadi Hak Kekayaan Intelektual Kabupaten Lingga. Peningkatan produksi dan promosi Batik Lingga, serta Kain Talepok sebagai warisan budaya kita sebagai Negeri Bunda Tanah Melayu.

Saya berharap kepada Dekranasda, melalui Tudung Manto untuk dapat dikembangkan,ditambahkan, berikan bimbingan dengan baik kepada pengrajin-pengrajin, yang ada dikabupaten Lingga ini” harap dia.

Apalagi Dekranasda tergabung dari orang-orang berpotensi yang berasal dari beberapa OPD-OPD di Kabupaten Lingga. Menurutnya ini cukup layak untuk digantung harapan agar Dekranasda bisa kembali bangkit dan mampu menyumbang Pendapatan Asli Daerah kita.

Tudong manto yang telah selesai dikerjakan (foto : ist)

“Saya ingin di zaman ini Dekranasda bisa berkontribusi menyumbang PAD, dengan waktu 1-2 tahun sudah bisa membantu menyumbang untuk PAD kita Itu sangat saya harapkan. Apalagi untuk Batik serta Tudung Manto dan Kain Talepok sudah mendapat HAKI,” katanya.

Sementara itu, Ketua Dekranasda Kabupaten Lingga, Maratusholiha mengajak Lingga kembali menghidupkan pengrajin UKM Batik serta UKM lainnya guna menghidupkan ekonomi masyarakat di masing-masing desa yang ada di Kabupaten Lingga.

Ketua Dekranasda menambahkan Dekranasda hadir untukmeningkatkan daya saing kerajinan berbasis kearifan lokal dengan selera global melalui pengembangan inovasi, desain, kreativitas dan efisiensi.

Selain itu tambahnya lagi, pemerintah daerah melalui OPD terkait harus mendorong perluasan akses pasar bagi produk-produk kerajinan, membangun ekosistem industri kerajinan melalui penguatan potensi kerajinan Indonesia serta mendorong industri kecil dan menengah (IKM) kerajinan masuk kedalam rantai pasok global.

Ketua dekranasda Kabupaten Lingga saat menggunakan tudong manto (foto : ist)

Terkait ide kreatif dalam menghidupkan kembali ekonomi masyarakat yang disampaikan oleh Ketua Dekranasda ini, seluruh kepala OPD terkait mendukung penuh dan siap bersinergi dalam upaya memotivasi desa agar menggali potensi yang ada di masing-masing daerahnya.

“Kita memiliki pokok-pokok program Dekranas masa bakti 2019- 2024 seperti pengembangan dan perluasan kerjasama/ pangsa pasar melalui promosi pameran didalam dan luar negeri baik secara offline maupun online” sebut Ibu Maratusholiha beberapa waktu lalu.

Selanjutnya dia menambahkan akan memfasilitasi kepada pengrajin untuk perlindungan kekayaan intelektual seperti halnya merek, desain industri, hak cipta dan indikasi geografis.

Selain itu juga, sebagai upaya produk Lingga lebih dikenali oleh daerah luar, Pemerintah daerah Kabupaten Lingga akan mempersiapkan tehnik promosi, baik itu promosi melalui media sosial serta hal-hal strategis yang lebih mudah dijumpai oleh banyak peminat.

Adapun produk hasil kerajinan dari kegiatan dekranasda seperti Tudong Manto.

Tudung manto merupakan kain penutup kepala yang terbuat dari berbagai jenis kain seperti kain kase, kain sifon, kain sari, dan kain sutera dengan warna yang beragam. Tudung manto memiliki ukuran yang bervariasi, mulai dari lebar 60 cm dan panjang 150 cm hingga panjang 200 cm. Ciri
khas utama tudung manto adalah hiasan wajib berbentuk tekat dengan berbagai motif yang dibuat menggunakan kawat lentur seperti benang berwarna perak ataupun emas yang disebut genggeng atau kelingkan.

Istri Ketua DPRD Linggr bersama anggota Piswan foto bersama menggunakan tudong manto (foto : ist)

Perempuan Melayu di Daik mengenakan kain penutup kepala yang disebut tudung manto. Kain penutup kepala ini memiliki hiasan yang khas dan berbeda dengan penutup kepala yang dikenakan oleh perempuan Melayu di daerah lain di Kepulauan Riau. Perempuan Melayu di
Kelurahan Daik Kabupaten Lingga telah mengenal tudung manto sejak tahun 1700-an, dengan berkembangnya pengetahuan serta keterampilan bertenun di daerah Kampung Mentok, Siak, Sepincan, Tanda, dan Gelam.4
Sekarang kurang lebih 200 tahun telah berlalu, tudung manto masih diproduksi dan dipakai oleh perempuan Melayu di sana. Kemampuan tudung manto bertahan sebagai pakaian adat yang menunjukkan bahwa ia mengandung makna tertentu. Ia merupakan wahana bagi serangkaian makna yang penting bagi orang Melayu Daik.

Jika dilihat sepintas, tudung manto hanya
terlihat sebagai sehelai kain yang merupakan
bagian dari pakaian adat bagi perempuan Melayu Daik. Namun jika dikaji lebih dalam, tudung manto mengandung serangkaian makna yang dipahami bersama oleh suku bangsa Melayu Daik. Rangkaian makna tersebut merupakan bagian dari sistem makna yang membangun kebudayaan mereka. Dengan mengkaji makna yang terkandung dalam tudung manto, kita bisa
memahami nilai-nilai budaya yang mendasari kehidupan orang-orang Melayu Daik.

Setiap motif yang terdapat dalam sehelai
kain tudung manto mengandung makna tertentu yang dipahami bersama oleh masyarakat Melayu Daik. Makna-makna yang ada merupakan konsepsi tentang sesuatu yang dianggap baik, bernilai, dan dicita-citakan oleh orang Melayu Daik. Motif
yang dipakai berbentuk tumbuhan dan hewan yang dipilih secara teliti untuk menjadi wahana bagi konsepsi. Motif-motif tersebut tidak dengan sendirinya menjadi simbol bagi suatu konsepsi, melainkan konsepsi atau nilai itu yang sengaja dilekatkan pada motif-motif yang ada, sehingga motif itu menjadi suatu simbol. Melekatkan motif dengan suatu konsepsi dilakukan dengan sangat teliti. Motif-motif itu dipilih berdasarkan pada pengamatan terhadap kesesuaian antara nilai dan
konsepsi dengan kondisi alamiah motif. Dengan demikian, motif hias tudung manto dapat dipisah dari konsepsi atau nilai yang dikandungnya, sesuai dengan perkembangan alam pikiran masyarakat Melayu yang memakainya.

Semua simbol dibuat dengan tujuan tertentu.
Sistem simbol dalam kain tudung manto sebenarnya adalah sarana pengingat kepada norma dan nilai ideal budaya Melayu Daik. Dengan memakai tudung manto diharapkan si pemakai maupun orang Melayu lainnya yang melihat selalu teringat kepada norma dan nilai budaya mereka yang tersimpan dalam motif tersebut. Oleh sebab itu,
mereka terdorong untuk tetap menjaga perilaku yang sesuai dengan norma dan nilai yang diyakini bersama. Pentingnya nilai yang terkandung dalam setiap motif menjadikan tudung manto sebagai benda yang dimuliakan dan bahkan dianggap bertuah, sebagaimana ungkapan Melayu berbunyi
“mulie kaian karne bermakne” (mulia kain karena mengandung makna).

Tudung manto memiliki struktur motif hias,
yang terdiri dari:
Pertama, tali air atas dan bawah, yaitu motif
berbentuk garis pada posisi paling luar yang
dibuat di sekeliling kain bahan dan berfungsi sebagai pembatas motif. Tali air atas merupakan pembatas antara bunga kaki bawah dengan bunga tabur atau bunga pojok. Sementara itu, tali air bawah merupakan pembatas antara oyah dengan
bunga kaki bawah.

Kedua, bunga kaki bawah, yaitu motif
hias yang dibuat antara tali air atas dan tali air bawah. Motif yang digunakan untuk bunga kaki bawah di antaranya awan larat dengan kelok paku, bunga pecah piring dengan kelok paku, itik pulang petang dengan bunga pecah piring, semut
beriring, awan larat dan bunga tanjung, awan larat dengan pecah piring, kelok paku dan bunga kangkung, bunga cengkeh dengan kelok paku, wajik serta kelok paku dengan bunga kundur.

Ketiga, bunga tabur dan bunga pojok. Motif
bunga tabur adalah motif bunga sekuntum (tunggal) yang bertaburan secara teratur pada bagian tengah kain, dan biasanya disusun menurut jarak tertentu yang disesuaikan dengan ukuran kain bahan tudung manto. Motif ini terdiri dari motif
tampuk manggis, motif bunga teratai dengan
kelok paku, motif bunga kundur, bunga kangkung, bunga melur, kuntum sekaki, bintang-bintang, bunga tanjung serta bunga cengkeh. Motif bunga pojok adalah motif bunga tertentu —biasanya lebih beragam—yang ditekatkan pada keempat sudut kain tudung manto. Motif ini terdiri dari motif kembang setaman, bunga melur, dan motif
awan larat dengan buah setandan.

Keempat, motif berbentuk bulat kecil
seperti titik yang disebut mutu berfungsi untuk memadati hiasan.

Kelima, motif hiasan pinggir yang terdiri dari tiga bentuk hiasan, yaitu oyah (jalinan benang emas dengan kelingkan yang berbentuk motif ombak), selari (motif ombak yang langsung dibuat menyatu dengan motif tali air bawah), dan jurai (terbuat dari manik-manik). (Ds)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *