KOHATI: Suara Perempuan yang Bangkit dari Sunyi, Menuju Panggung Kepemimpinan

Dan tak sedikit dari mereka yang akhirnya memilih diam. Bukan karena tak mampu bicara, tapi karena takut tak didengar. Karena di mata sebagian masyarakat, menjadi korban justru berarti membawa aib.

Di tengah gelap itu, ada pelita kecil yang terus menyala: KOHATI—Korps HMI-Wati. Sebuah organisasi perempuan yang lahir dari rahim Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada 17 September 1966 di Solo. Lebih dari sekadar organisasi keperempuanan, KOHATI menjadi ruang aman bagi perempuan muda untuk tumbuh, menyembuhkan, dan berjuang.

Di sanalah para kader KOHATI belajar bahwa menjadi perempuan bukanlah beban. Bahwa suara mereka sah untuk didengar, bahwa keberadaan mereka layak untuk dihargai.

“KOHATI bisa menjadi pelindung, penggerak, dan penyembuh. Ia bisa menjadi pelita bagi mereka yang masih berada dalam gelapnya ketidakadilan,” ujar salah satu kader KOHATI dengan suara mantap.

Tak hanya berdiskusi dan berkumpul, KOHATI bergerak dengan hati. Mereka menjadi jembatan menuju keadilan—menghubungkan para korban kekerasan dengan akses hukum, layanan psikologis, dan program pemberdayaan. Mereka hadir bukan hanya untuk menyuarakan isu, tapi juga menjadi pelaku perubahan di tengah masyarakat.

Bayangkan jika setiap anggota KOHATI—di kampus, di komunitas, di desa maupun kota—membuka ruang aman untuk curhat, mendampingi perempuan yang terluka, dan menyebarkan pengetahuan tentang hak-hak perempuan. Akan ada begitu banyak perempuan yang bisa bangkit, yang tak lagi merasa sendirian dalam luka mereka.

KOHATI harus menjadi oase—tempat perempuan datang untuk menemukan harapan. Menjadi api yang membakar semangat, bukan abu yang terhempas angin. Menjadi mata yang awas terhadap ketimpangan, dan tangan yang siap merangkul mereka yang hampir menyerah.

See also  Irjen. Pol. Andap Budhi Revianto Dilantik Sebagai Inspektur Jenderal Kemenkumham RI
Pages: 1 2 3

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *