“Kami butuh alat ukur tinggi dan berat yang layak. Butuh pelatihan kader secara berkala. Butuh transportasi untuk menjangkau rumah-rumah di pelosok. Jangan sampai kader di lapangan kehabisan semangat hanya karena minim dukungan,” tuturnya.
Ia menekankan bahwa edukasi kepada ibu-ibu adalah kunci perubahan pola asuh yang bisa mencegah stunting.
“Seringkali stunting terjadi bukan karena kemiskinan semata, tapi karena kurang pengetahuan. Maka PKK hadir untuk menjembatani itu,” katanya.
Fakta dan Tantangan: Stunting Masih di Atas Batas Aman
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Lingga, prevalensi stunting pada 2024 tercatat 20,4 persen. Meski mengalami penurunan, angka tersebut masih di atas ambang batas yang ditetapkan WHO.
Kepala Dinas Kesehatan, dr. Reni Safitri, menjelaskan bahwa tantangan utama ada pada geografis dan budaya.
“Padahal itu stunting. Ini perlu kita luruskan melalui edukasi yang masif. Kalau masyarakat paham bahwa stunting itu bisa dicegah, maka mereka tidak akan mengabaikan pola makan anak,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya distribusi alat ukur antropometri dan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan di pelosok desa.
Aspirasi Daerah: Antara Harapan dan Realita
Camat Singkep Barat, Zulfikar, menyampaikan pentingnya alokasi Dana Desa untuk program pencegahan stunting. Namun ia juga menyoroti rendahnya kesadaran di sebagian desa.
“Ada desa yang lebih pilih bangun tugu daripada bangun jamban. Ini perlu kita arahkan. Musrenbangdes harus mulai dari isu kesehatan anak dulu, baru fisik,” ucapnya.