Data nasional tahun 2024 menempatkan Kepri sebagai salah satu dari sepuluh provinsi dengan jumlah korban TPPO tertinggi di Indonesia. Dampak dari kejahatan ini tidak hanya menghancurkan kehidupan para korban secara fisik dan psikologis, tetapi juga mencoreng nama baik bangsa serta menghambat pembangunan sumber daya manusia.
Yusnar memaparkan berbagai modus operandi TPPO yang marak terjadi, seperti pengiriman tenaga kerja tanpa izin, pernikahan pesanan, eksploitasi anak jalanan, dan program magang palsu. Ia menekankan bahwa sindikat pelaku TPPO bergerak sistematis dan cermat memanfaatkan faktor kerentanan sosial seperti kemiskinan, rendahnya pendidikan, serta minimnya literasi hukum di masyarakat.
Sebagai langkah strategis, Kejati Kepri mendorong pencegahan melalui edukasi luas, penegakan hukum terhadap situs perekrutan ilegal, pengawasan ketat terhadap agen tenaga kerja, serta rehabilitasi korban secara manusiawi.
“Perang melawan perdagangan orang tak bisa dimenangkan sendirian. Ini harus jadi gerakan bersama lintas sektor, dari aparat hingga masyarakat akar rumput. Jangan sampai keluarga kita, tetangga kita, jadi korban berikutnya,” pungkas Yusnar dengan nada serius yang mengandung harapan.
Kegiatan yang dihadiri oleh Camat Tanjungpinang Kota Ridwan Budo, S.Ip., bersama jajaran kelurahan, Babinsa, Bhabinkamtibmas, anggota PKK, forum RW, serta perwakilan masyarakat ini diikuti oleh 60 peserta. Dengan semangat kebersamaan, Kejati Kepri berharap Kepulauan Riau dapat menjadi garda terdepan dalam upaya perlindungan kemanusiaan dan menjadi contoh nasional dalam pemberantasan perdagangan manusia.