“Program Jaga Desa hadir sebagai bentuk pendampingan hukum agar tata kelola desa bersih dari praktik korupsi,” tegas Teguh Subroto.
Ia menambahkan, “Kami ingin desa tidak hanya terhindar dari jerat hukum, tapi juga makin mandiri, sejahtera, dan berdaya saing.”
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Kepri, Mukarrom, S.H., M.H., turut mengupas berbagai modus penyelewengan Dana Desa yang kerap terjadi. Di antaranya proyek fiktif, mark-up honorarium, perjalanan dinas yang dimanipulasi, hingga pemotongan anggaran oleh oknum kecamatan.
“Semua bentuk penyimpangan itu masuk dalam kategori tindak pidana korupsi. Kami tidak akan ragu menindak pelakunya,” tegas Mukarrom.
Menjawab tantangan era digital, Kejati Kepri juga meluncurkan inovasi teknologi berupa platform pelaporan Jagadesa.kejaksaan.go.id, yang diperkenalkan oleh Kasi II Intelijen, Yunius Zega, S.H., M.H.
Selain itu, layanan pengaduan publik seperti SP4N LAPOR dan Call Center Kejati Kepri di nomor 0812-6254-9860 juga disosialisasikan sebagai bentuk keterbukaan dan responsif terhadap laporan masyarakat.
FGD ini turut menghadirkan Kepala Perwakilan BPKP Kepri, Mardianto Arif R., yang memaparkan strategi pengawasan keuangan desa berbasis risiko. Acara ditutup dengan tiga langkah konkret:
- Penandatanganan MoU antara Pemkab Lingga dan Kejari Lingga
- Kesepakatan bersama dalam monitoring Program Jaga Desa
- Penyerahan permohonan pendampingan hukum dari desa kepada Kejaksaan
Kegiatan strategis ini dihadiri lebih dari 200 peserta, termasuk Bupati dan Wakil Bupati Lingga, Kajari Lingga Amriyata, S.H., M.H., jajaran Forkopimda, OPD, camat, kepala desa, pengurus APDESI, serta tokoh masyarakat se-Kabupaten Lingga.