Melalui forum Rapat Paripurna ini, DPRD Lingga tidak hanya menjalankan tugas formalnya, tetapi juga menjalankan fungsinya sebagai representasi rakyat. Penyampaian rekomendasi atas LKP menjadi langkah penting dalam mendorong budaya pemerintahan yang akuntabel, terbuka, dan bertanggung jawab.
Tak hanya itu, kehadiran para tamu undangan dari unsur OPD, Forkopimda, hingga tokoh masyarakat menjadi cermin bahwa pembangunan daerah tidak bisa berjalan sendirian. Ia butuh kolaborasi dan kontrol sosial yang terus tumbuh.
Momentum untuk Berbenah: Suara dari Daerah Pinggiran
Dalam sejumlah rekomendasinya, DPRD juga menyuarakan jeritan dari wilayah pinggiran yang sering luput dari radar pembangunan. Keluhan mengenai minimnya infrastruktur jalan, terbatasnya akses internet di daerah pesisir, hingga belum meratanya distribusi guru di daerah-daerah terpencil menjadi perhatian.
Beberapa kepala desa yang hadir pun mengamini hal itu. Salah satunya adalah Kepala Desa Mepar, yang menyampaikan bahwa akses jembatan penghubung antar-dusun di wilayahnya belum mendapat perhatian memadai selama dua tahun terakhir.
“Kami tidak menuntut yang muluk-muluk. Tapi jalan setapak yang bisa dilalui anak-anak sekolah saja sudah cukup membantu kami. Jangan sampai suara desa hanya terdengar saat pemilu,” ujarnya lirih namun tajam.
Peta Jalan Menuju Lingga yang Lebih Responsif
Rapat Paripurna DPRD Lingga ini bukanlah akhir, melainkan titik tolak bagi penyesuaian arah kebijakan di masa mendatang. Rekomendasi yang disampaikan menjadi semacam peta jalan (roadmap) untuk memperbaiki kinerja pemerintahan, menguatkan akuntabilitas penggunaan anggaran, dan mengefektifkan program prioritas pembangunan.